Breaking News

Kontroversi Film “Guru Tugas 2”: Antara Seni, Kritik, dan Dakwa

KARIMATA.NET, BANGKALAN – Film terbaru dari Akeloy Production berjudul “Guru Tugas 2” menghadirkan sorotan tajam dari masyarakat. Film yang mengisahkan perjalanan seorang guru yang ditugaskan ke berbagai daerah untuk mengajar ini telah memicu perdebatan yang intens terkait dengan representasi guru dan pesantren.

Beberapa pihak menilai bahwa narasi yang disajikan dalam film tersebut tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Namun, di tengah pro-kontra tersebut, Ibnu Hajar, seorang budayawan Madura, memberikan pandangan yang menarik.

Dalam sebuah wawancara di program Dinamika Madura, Ibnu Hajar menyoroti aspek kreativitas dalam karya seni seperti film. Menurutnya, film tersebut bukan sekadar hiburan, melainkan juga membawa pesan dan tuntunan bagi penontonnya. 

“Si sutradara ingin memberikan dakwa, ingin memberikan siar bahwa pernah terjadi hal yang seperti ini agar tidak terjadi lagi,” terangnya saat On Air di Radio Karimata Senin pagi.

Ibnu Hajar juga menegaskan bahwa dalam karya seni, terutama film, pondasinya sering kali adalah kisah nyata. Meskipun film tersebut tidak secara eksplisit menyebutkan tempat atau lembaga pendidikan yang menjadi latar belakangnya, Ibnu Hajar menyatakan bahwa itu adalah bagian dari kreativitas seniman untuk memberikan gambaran secara visual.

“Kita harus mengkaji terlebih dahulu sebelum berkomentar, sebelum meminta itu dihapus dan semacamnya, karena bagaimanapun kita menghargai sebuah karya,” tegasnya. 

Ibnu Hajar juga menekankan bahwa sebagai penikmat seni, penting untuk memahami bahwa kebebasan seniman memiliki batasan etika dan moral yang harus dijaga.

“Seorang seniman itu bebas, imajinasi itu bebas, tetapi kebebasan itu harus kita pahami, ada etika berkesenian ada etika berkebudayaan, artinya dalam dunia berkesenian kebebasan adalah kebebasan yang tidak merugikan orang lain. Kalau di film itu saya amati barangkali tidak sevulgar film film layar lebar yang kita tonton selama ini, yang sudah lepas dari lembaga sensor film kita,  ” pungkasnya.

Kontroversi ini memperlihatkan kompleksitas dalam mengapresiasi karya seni, di mana pandangan subjektif seringkali bertabrakan dengan kepentingan dan sensitivitas masyarakat.

Check Also

Polisi di Bangkalan Lakukan Aksi Heroik: Bantu Persalinan di Jembatan Suramadu

KARIMATA.NET, BANGKALAN –  Aksi heroik dilakukan oleh anggota polisi Satuan Samapta Polres Bangkalan di Jembatan …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *