KARIMATA.NET, SUMENEP – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sumenep berhasil mengungkap kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang berujung pada meninggalnya seorang perempuan berinisial NC (42). Peristiwa tersebut tercatat dalam laporan polisi bernomor LP/B/322/XII/2024/SPKT/POLRES SUMENEP/POLDA JAWA TIMUR pada tanggal 29 Desember 2024.
AKBP Henri Noveri Santoso Kapolres Sumenep melalui Kasi Humas Polres Sumenep AKP Widiarti menyampaikan tersangka berinisial AH (46), seorang petani yang juga suami korban, diamankan di rumahnya yang beralamat di Jl. Raya Gapura, Desa Paberasan, Kecamatan Kota Sumenep.
Menurutnya motif kekerasan tersebut berawal dari perselisihan rumah tangga. Pada Sabtu malam (28/12/2024), tersangka AH menunjukkan sebuah video TikTok berisi nasihat tentang ketaatan istri kepada suami kepada korban NC. Namun, korban merespons dengan nada keras, sehingga memicu emosi tersangka. Dalam kondisi marah, tersangka menuduh korban berselingkuh dan melakukan kekerasan fisik dengan tangan kosong.
“Tersangka memukul pipi korban berulang kali hingga korban terjatuh dan kepalanya terbentur tembok. Selain itu, tersangka juga memukul bagian tangan dan paha korban dengan tinju,” ungkap Widi, Selasa (31/12/2024)
Hasil pemeriksaan lebih lanjut mengungkap bahwa tersangka positif menggunakan narkoba, yang kemungkinan mempengaruhi pola pikirnya menjadi sensitif, curiga berlebihan, dan cenderung berhalusinasi. Penyidik masih mendalami keterangan tersangka untuk mengungkap fakta lengkap dari peristiwa ini.
Setelah melakukan penyelidikan, Unit Resmob Polres Sumenep berhasil menangkap AH di rumahnya pada Minggu malam (29/12/2024). Dalam interogasi, tersangka mengakui perbuatannya yang menyebabkan istrinya meninggal dunia.
Polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk hasil otopsi korban, sebuah tongkat bambu sepanjang 72,5 cm, serta pakaian milik korban.
Tersangka dikenakan pasal 44 Ayat (3) dan (2) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara hingga 15 tahun dan denda maksimal Rp 45 juta rupiah.
“Proses hukum terhadap tersangka akan terus dilanjutkan untuk memberikan keadilan bagi korban dan keluarga,” tutupnya (Fauzi)