Breaking News

“Semalam di Madura”: Arek Lancor Menyala, Budaya Pamekasan Merayakan Keberanian

KARIMATAMEDIA, PAMEKASAN – Monumen Arek Lancor, jantung Kota Pamekasan, berubah menjadi panggung budaya terbuka pada Sabtu (1/11/2025) malam. Lebih dari 700 warga tumpah ruah dalam gelaran “Semalam di Madura”, sebuah perayaan budaya yang menjadi bagian dari rangkaian Hari Jadi (Harjad) ke-495 Kabupaten Pamekasan dengan tema “Pamekasan Maju dan Kreatif.”

Acara megah yang dipimpin langsung oleh Bupati Pamekasan KH. Kholilurrahman itu menampilkan kolaborasi ragam seni khas Madura mulai dari tari tradisional, pembacaan pesan kebudayaan, penyerahan penghargaan musik daul, hingga peragaan busana batik Pamekasan yang menawan.

Turut hadir Wakil Bupati H. Sukriyanto, Ketua DPRD Pamekasan Ali Maskur, Dandim 0826 Letkol Kav Agus Wibowo Hendratmoko, Kapolres AKBP Hendra Eko Triyulianto, serta sejumlah pejabat daerah, tokoh masyarakat, dan budayawan setempat.

Dalam sambutannya, Bupati Kholilurrahman menegaskan bahwa Monumen Arek Lancor bukan sekadar ruang publik, melainkan simbol keberanian dan keteguhan masyarakat Pamekasan dalam menghadapi setiap tantangan zaman.

“Monumen Arek Lancor adalah simbol keberanian warga Madura. Malam ini kita tidak hanya merayakan ulang tahun Pamekasan, tetapi juga kebesaran empat kabupaten di Pulau Madura yang memiliki akar budaya luar biasa,” ujarnya.

Bupati juga berharap momentum Hari Jadi Pamekasan dapat menjadi pintu bagi kolaborasi lintas daerah di Madura, termasuk dalam pengembangan sektor olahraga dan kebudayaan.

Baca Juga:  Gudang Tembakau di Palengaan Terbakar, Damkar Berhasil Padamkan Api dalam Waktu Singkat 

“Madura kaya budaya dan tradisi yang unik. Ke depan, kami berharap ada kerja sama yang lebih kuat antarkabupaten, bahkan dalam penyelenggaraan event besar seperti Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) di Madura,” tambahnya.

Perwakilan Kementerian Kebudayaan, Hadi, yang membacakan sambutan dari Menteri Kebudayaan, menilai acara ini sebagai bentuk nyata komitmen daerah dalam melestarikan warisan budaya bangsa.

“Pulau Madura memiliki karakteristik budaya yang sangat unik. Kami mengapresiasi upaya pelestarian ini. Kekayaan budaya lokal adalah aset nasional yang harus dijaga bersama,” ungkapnya.

Ia menegaskan, pelestarian budaya daerah bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi seluruh elemen masyarakat.

Acara dimulai pukul 20.09 WIB dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya, dilanjutkan penampilan tari khas Madura yang memukau. Setelah prosesi pemukulan gong oleh Bupati dan jajaran Forkopimda pada pukul 21.22 WIB, suasana kian meriah dengan parade tari dari empat kabupaten di Madura.

Sorotan malam jatuh pada fashion show batik Pamekasan, menegaskan posisi kabupaten ini sebagai pusat batik Madura. Setiap motif dan warna mencerminkan filosofi kehidupan masyarakat pesisir dan agraris yang menjadi identitas Pamekasan.

Puncak acara ditutup dengan penampilan grup musik Balasyik yang membawa suasana religi dan nostalgia, memadukan unsur musik tradisional dengan nuansa modern yang akrab di telinga masyarakat Madura.

Baca Juga:  Pria Paruh Baya di Pamekasan Diringkus, Diduga Cabuli Siswi SD Saat Ditinggal Ibunya ke Sawah

Tak hanya menampilkan pertunjukan seni, Pemkab Pamekasan juga menyiapkan 3.000 porsi hidangan tradisional seperti lontong campur, tajin sobih, dan minuman khas Madura yang dibagikan gratis kepada pengunjung.

Agenda malam budaya itu juga diwarnai dengan penyerahan penghargaan bagi kelompok musik daul terbaik, sebagai bentuk apresiasi terhadap pelaku seni yang menjaga denyut tradisi di tengah arus industri kreatif modern.

Budayawan Kadarisman Sastrodiwiryo yang turut hadir menyebut kegiatan ini sebagai langkah penting dalam merawat jati diri daerah.

“Semalam di Madura’ bukan hanya hiburan, tetapi ruang publik yang mempertemukan masa lalu, masa kini, dan masa depan budaya Pamekasan,” ujarnya.

“Semalam di Madura” menjadi simbol semangat kebersamaan dan kebanggaan terhadap identitas lokal. Di tengah modernisasi dan tantangan zaman, Pamekasan menunjukkan bahwa kemajuan tidak harus meninggalkan akar tradisi.

“Kami ingin Pamekasan tumbuh sebagai daerah maju tanpa kehilangan karakter budaya Madura yang kuat,” tutupnya.

Malam itu, Arek Lancor bukan sekadar monumen. Ia menjadi saksi hidup tentang bagaimana sebuah kota merayakan sejarahnya dengan seni, kehangatan, dan kebersamaan. (Fauzi/Ans)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *