Perda Ketenagakerjaan Pamekasan Tegaskan Cuti Iddah, Perkuat Perlindungan Pekerja Perempuan

KARIMATAMEDIA, PAMEKASAN – Penetapan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan di Kabupaten Pamekasan menjadi langkah strategis dalam memperkuat perlindungan pekerja perempuan, khususnya terkait hak cuti iddah. Kebijakan ini sekaligus menjawab realitas yang kerap terjadi di lapangan, di mana perempuan yang memasuki masa iddah justru mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Perda yang disahkan pada Oktober 2025 tersebut merupakan inisiasi Komisi II DPRD Pamekasan. Regulasi ini mengintegrasikan berbagai aturan ketenagakerjaan yang sebelumnya terpisah, mulai dari perlindungan tenaga kerja migran, perlindungan pekerja, hingga perlindungan pekerja perempuan, ke dalam satu payung hukum

Anggota DPRD Pamekasan, Tabri S Munir, menegaskan bahwa pengaturan cuti iddah dalam Perda tersebut sejalan dengan prinsip perlindungan tenaga kerja sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

“Secara prinsip, undang-undang ketenagakerjaan menegaskan bahwa pekerja berhak atas perlindungan dan tidak boleh diberhentikan secara sepihak tanpa alasan yang sah. Cuti merupakan hak normatif pekerja, bukan alasan untuk PHK. Perda ini menegaskan prinsip itu, khususnya bagi pekerja perempuan yang memasuki masa iddah,” ujar Tabri.

Baca Juga:  Polda Jatim Bongkar Produksi MinyaKita Palsu di Sampang dan Surabaya

Ia menjelaskan, dalam konteks Pamekasan yang mayoritas penduduknya muslim, masa iddah memiliki dimensi sosial dan keagamaan yang kuat, sehingga negara wajib hadir memberikan perlindungan hukum. Oleh karena itu, Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan memberikan penegasan bahwa perempuan yang memasuki masa iddah baik karena perceraian maupun ditinggal wafat suami wajib difasilitasi cuti tanpa kehilangan status kerja.

Meski demikian, Tabri mengakui bahwa Perda tersebut belum mengatur secara rinci aspek teknis pelaksanaannya, seperti skema pengupahan atau tunjangan selama masa cuti iddah yang umumnya berlangsung sekitar 40 hari.

“Secara teknis memang belum diatur. Tapi secara norma sudah jelas, bahwa cuti itu tetap memiliki hak. Artinya bukan di-PHK, dan pada prinsipnya tunjangan cutinya juga ada. Teknisnya nanti akan diperjelas melalui Peraturan Bupati dan aturan dari dinas teknis,” jelasnya.

Baca Juga:  Hujan Deras dan Angin Kencang Terjang Desa Montok Pamekasan, 11 Rumah Rusak

Ia menambahkan, penguatan regulasi turunan menjadi penting agar sejalan dengan ketentuan nasional, termasuk Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 yang mengatur perjanjian kerja, alih daya, waktu kerja, waktu istirahat, serta PHK, yang menekankan perlindungan terhadap pekerja dari praktik pemutusan hubungan kerja yang tidak adil.

Tabri juga menekankan pentingnya sosialisasi Perda ini kepada perusahaan-perusahaan di Pamekasan serta kepada pekerja perempuan agar hak tersebut benar-benar dipahami dan dijalankan.

“Jangan sampai sudah berada dalam kondisi psikologis yang berat karena ditinggal suami, lalu justru kehilangan pekerjaan. Perda ini hadir untuk mencegah praktik-praktik seperti itu,” pungkasnya.

Dengan hadirnya Perda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan yang selaras dengan undang-undang nasional, DPRD Pamekasan berharap tercipta kepastian hukum serta iklim kerja yang lebih adil dan manusiawi, khususnya bagi pekerja perempuan dalam situasi rentan. (Ainul/Ag)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *