KARIMATA.NET, PAMEKASAN – Pro & Kontra pemberlakuan hukum berupa Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, menjadi ramai dikalangan pecinta fotografi, terutama anak muda, yang belum paham aturan yang sudah lama tersebut.
“Masak gara-gara motret tanpa izin, harus dihukum 5 tahun dan bayar 5 miliar rupiah? Jha’ ra-sara rapa mas (jangan keterlaluan mas.red),” Ujar salah satu pecinta Fotografi di Madura saat ditanya Jurnalis Karimata.
Karimata Media mengajak dialog live on air di Radio Karimata FM, Sulaisi Abdurrazaq Praktisi Hukum. Dia Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) Jawa Timur Periode 2025-2030 sekaligus Dosen Fakultas Syariah UIN Madura serta Direktur LKBH UIN Madura.
Ditanya tentang hukum larangan penggunaan atau pengambilan gambar atau foto orang lain tanpa izin dan dipublikasi, sulaisi membenarkan hal tersebut.
“Benar, tapi semua tergantung konteksnya. Tujuan pengambilan gambar atau oleh fotografer misalnya, itu apa tujuannya,” katanya.
Sulaisi menjelaskan, berbicara soal aspek yuridis, sesungguhnya Undang-Undang Dasar juga sudah mengatur. Jika diperhatikan pasal 28 ayat 1 Undang-undang 1945 bunyinya setiap orang berhak atas jaminan, maka jaminan tersebut yang dilindungi negara.
“Perlindungan diri pribadi keluarga, kehormatan martabat, gitu kan termasuk harta benda yang dibawah kekuasaannya. Nah pengambilan gambar itu dilihat motifnya, itu diambil tanpa izin kemudian digunakan untuk kepentingan apa? komersil misalnya, itu potensial pidana, maka untuk masuk apakah itu pelanggaran itu dilihat Mens rea-nya (niat jahat) apakah ada niat jahat disitu, misalnya selain hanya mengambil gambar apakah ada upaya atau perilaku untuk mempermalukan membuat gambar Meme dimedia sosial misalnya, atau data itu digunakan untuk kegiatan kejahatan lain, mempermalukan, ya bisa kena,” paparnya.
Menurut Sulaisi, jika mengacu kepada UU No 11 tahun 2008, tentang ITE , UU no 39 Tahun 1999 tentang HAM, Dan PP 71 tentang ITE, ini lebih kompleks.
Aturan hukum ini bukan hanya untuk fotografer, tapi semua warga negara yang berada di Indonesia. Meskipun aturan tentang gambar atau foto ini adalah delik aduan.
“Ya jika objek yang dibidik tidak keberatan ya gak masalah, maka dalam undang-undang tersebut jika tanpa izin, dan motifnya apa?,” katanya.
Izin mengambil gambar tidak harus tertulis, tapi bisa kode atau ucapan. Tapi bisa berubah jika prosesnya benar tapi tujuan berubah.
“Misal sudah diizinkan, tapi foto itu lebih fokus kebagian tertentu yang sensual dan disebar sehingga membuat malu, atau gambar tersebut digunakan untuk komersial yang menguntungkan si fotografer, misal dishare dimedsos seperti youtube atau lainnya dan mendatangkan keuntungan sepihak, ini bisa dituntut,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sulaisi memaparkan, negara juga menjamin serta melindungi Hak Asasi Manusia, termasuk wajah atau gambar dirinya, itu dilindungi negara. Maka pengambilan gambar tanpa izin itu melanggar hukum.
“Hukum atau aturan tentang ITE dan HAM ini sudah lama, apalagi dengan maraknya platform media sosial. Pelanggaran undang-undang ini ancamannya bermacam-macam, bisa maksimal 5 tahun atau paling banyak 5 miliar rupiah,” ungkap Sulaisi.
Sulaisi Abdurrazaq memaparkan. Ancaman hukuman yang melanggar UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), diantaranya:
- Pasal 27 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (Tujuh Ratus Juta Rupiah).
- Pasal 28 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses, mengubah, menghilangkan, atau merusak Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (Delapan Ratus Juta Rupiah).
- Pasal 29: Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan kerugian bagi orang lain dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).
Ancaman Hukuman Perdata
- Ganti rugi: Pelanggaran terhadap UU ITE dapat mengakibatkan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
- Penghentian kegiatan: Pelanggaran terhadap UU ITE dapat mengakibatkan penghentian kegiatan yang melanggar hukum.
Ancaman Hukuman Lainnya
- Pencabutan izin: Pelanggaran terhadap UU ITE dapat mengakibatkan pencabutan izin usaha atau kegiatan.
- Pemblokiran akses: Pelanggaran terhadap UU ITE dapat mengakibatkan pemblokiran akses ke Sistem Elektronik atau jaringan.
Sementara itu, kata Sulaisi, didalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur tentang hak-hak asasi manusia yang harus dihormati dan dilindungi.
Ancaman Hukuman Pidana
- Pasal 53: Setiap orang yang dengan sengaja melanggar hak asasi manusia dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (Sepuluh Miliar Rupiah).
- Pasal 54: Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan kekerasan atau diskriminasi terhadap orang lain berdasarkan ras, etnis, agama, atau jenis kelamin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 15.000.000.000,00 (Lima Belas Miliar Rupiah).
Ancaman Hukuman Perdata
- Ganti rugi: Pelanggaran terhadap UU 39 Tahun 1999 dapat mengakibatkan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
- Penghentian kegiatan: Pelanggaran terhadap UU 39 Tahun 1999 dapat mengakibatkan penghentian kegiatan yang melanggar hukum.
Ancaman Hukuman Lainnya
- Pencabutan izin: Pelanggaran terhadap UU 39 Tahun 1999 dapat mengakibatkan pencabutan izin usaha atau kegiatan.
- Pemblokiran akses: Pelanggaran terhadap UU 39 Tahun 1999 dapat mengakibatkan pemblokiran akses ke fasilitas atau jaringan.
“Semua hak dilindungi negara terutama hak perlindungan pribadi, termasuk genetika wajah. Ini tertuang di Undang-Undang PDP (Perlindungan Data Pribadi) Nomor 27 tahun 2022, yang spesifik pasal 2 ayat 2 yaitu setiap orang yang dengan sengaja melawan hukum memperoleh data pribadi yang bukan miliknya, diancam paling lama 5 tahun, denda paling banyak 5 miliar rupiah,” katanya.
Selain itu ada juga Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik mengatur tentang penyelenggaraan sistem dan transaksi elektronik.
Ancaman Hukuman Pidana
- Pasal 50 ayat (1): Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengakses, mengubah, menghilangkan, atau merusak Sistem Elektronik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 4.000.000.000,00 (Empat Miliar Rupiah).
- Pasal 50 ayat (2): Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan yang dapat mengakibatkan terganggunya Sistem Elektronik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (Enam Miliar Rupiah).
Ancaman Hukuman Perdata
- Ganti rugi: Pelanggaran terhadap PP 71 Tahun 2019 dapat mengakibatkan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan.
- Penghentian kegiatan: Pelanggaran terhadap PP 71 Tahun 2019 dapat mengakibatkan penghentian kegiatan yang melanggar hukum.
Ancaman Hukuman Lainnya
- Pencabutan izin: Pelanggaran terhadap PP 71 Tahun 2019 dapat mengakibatkan pencabutan izin usaha atau kegiatan.
- Pemblokiran akses: Pelanggaran terhadap PP 71 Tahun 2019 dapat mengakibatkan pemblokiran akses ke Sistem Elektronik atau jaringan.
“Undang-Undang atau peraturan lainnya, tidak hanya untuk ditakuti, namun dipatuhi, sehingga segala aktifitas seperti fotografer atau masyarakat umum lainnya harus saling menghargai, menghormati dan beretika.” Tutup Advokat asal kota keris Sumenep Madura. (Hendra/Lum)