KARIMATAMEDIA.PAMEKASAN – Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan terkait Universal Health Coverage (UHC) menuai sorotan tajam dari DPRD setempat. Pasalnya, dengan diberlakukannya Peraturan Bupati (Perbup) terbaru, status kepesertaan kesehatan masyarakat Pamekasan kini berada dalam skema cut off, bukan lagi UHC prioritas seperti sebelumnya.
Komisi IV DPRD Pamekasan pun langsung memanggil pihak eksekutif untuk meminta klarifikasi sekaligus menegaskan sikap lembaga legislatif terhadap kebijakan tersebut.
Halili, Anggota Komisi IV DPRD Pamekasan, menyatakan bahwa penerapan Perbup baru ini otomatis mencabut Perbup lama yang memberikan status UHC prioritas kepada masyarakat.
“Dengan Perbup yang baru ini, maka Perbup yang sebelumnya sudah dicabut, sudah tidak berlaku lagi. Itu yang tidak kami sukai, yang tidak kami setujui,” tegasnya.
“Sekarang posisi kita ini dalam skema cut off, bukan UHC prioritas. Itu artinya masyarakat tidak bisa langsung aktif ketika sakit, tapi harus menunggu masa aktivasi.” ungkapnya.
Halili menjelaskan, Pemkab sebenarnya telah menyiapkan solusi alternatif melalui Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Masyarakat yang masuk desil 1 hingga 5 akan tetap di-cover melalui Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
“Hampir semua desil 1 sampai 5 sudah tercover JKN. Hanya sekitar 70 ribu masyarakat yang belum tercover,” ujarnya.
Namun, permasalahan utama terletak pada kemampuan keuangan daerah. Pemkab Pamekasan disebut tidak lagi mampu membayar tunggakan iuran BPJS sejak Juni 2025.
“Kita ini hanya bisa membayar sampai bulan Mei kemarin. Juni sampai Desember sudah enggak bisa karena enggak ada uangnya. Kalau tunggakannya makin tinggi dari tahun 2024, maka kita kena sanksi dari BPJS Pusat,” ungkap Halili.
Perbedaan persepsi antara Pemkab dan BPJS juga memperumit situasi. Pemerintah daerah mengklaim memiliki sisa dana Rp1,1 miliar, sedangkan BPJS menegaskan jumlah tunggakan yang harus dibayar mencapai Rp1,8 miliar belum termasuk kewajiban membayar iuran bulan Juni senilai sekitar Rp6 miliar.
Nada serupa disampaikan Anggota DPRD lainnya, Rasyid Fansori. Ia menyoroti urgensi prioritas kesehatan masyarakat di tengah tingginya angka kunjungan pasien.
“Data menunjukkan, hingga Agustus sudah ada 1.370.000 kunjungan pasien. Ini sinyal serius bahwa kondisi kesehatan masyarakat sedang tidak baik-baik saja,” tutur Rasyid.
“Pemerintah harus hadir melindungi masyarakat rentan agar tetap sehat dan tidak jatuh miskin karena sakit. Maka dari itu, UHC prioritas adalah harga mati.”
Menurutnya, kebutuhan anggaran untuk menjamin kesehatan masyarakat sebenarnya sangat kecil dibandingkan APBD Kabupaten Pamekasan yang mencapai Rp2 triliun.
“Kalau kita hanya butuh Rp70 miliar, itu cuma sekitar 3,5 persen dari APBD. Dan efeknya besar. Puskesmas sehat, rumah sakit sehat, pelayanan meningkat, dan uangnya akan berputar kembali ke daerah,” tegasnya.
“Bagi saya, kesehatan adalah prioritas nomor satu. Kalau orang sakit, pendidikan dan lainnya tidak ada artinya. Semuanya berpangkal pada kesehatan.”
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Pamekasan, dr. Saifuddin, tidak menampik bahwa kondisi keuangan daerah menjadi alasan utama kebijakan cut off ini diterapkan.
“Harus dilihat kondisi fiskal Pemkab. Saat ini kami sedang berproses memperbaiki APBD. Tidak ada yang ingin UHC kita non-prioritas, tapi realitanya memang anggaran tidak mendukung,” jelas Saifuddin.
Ia menegaskan bahwa untuk tahun 2025, status Pamekasan masih cut off. Namun, peluang untuk kembali ke skema UHC prioritas terbuka pada tahun 2026, tergantung kemampuan fiskal dan komitmen semua pihak.
Selain itu, Saifuddin juga mengimbau masyarakat mampu untuk mendaftar sebagai peserta mandiri, serta mendorong pekerja yang masih dibiayai Pemda untuk migrasi ke pemberi kerja masing-masing.
“Saya mengajak masyarakat yang mampu, ayo daftar mandiri, jangan tunggu sakit. Kalau status cut off, aktivasi baru aktif dua minggu setelah pendaftaran. Jadi jangan menunggu,” katanya.
Meski kondisi keuangan menjadi batu sandungan, Saifuddin menyatakan Pemkab Pamekasan sedang berupaya mencari solusi dengan menggandeng berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat.
“Kami sedang berusaha. Pimpinan daerah menjalin komunikasi ke atas dan ke pusat. Mudah-mudahan ada terobosan,” tutupnya. (Ziyad/Ain)