KARIMATA.NET, PAMEKASAN – Sejumlah mahasiswa dari Universitas Madura (UNIRA) Pamekasan menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Pamekasan pada Jumat (21/3/2025) siang.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa dengan tegas menolak pengesahan Revisi Undang-Undang (RUU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang telah disahkan dalam rapat paripurna.
Presiden Mahasiswa (Presma) UNIRA Pamekasan, Izet Alfian Fatahillah, menyatakan bahwa RUU tersebut tidak sejalan dengan kepentingan rakyat dan berpotensi mengembalikan masa-masa orde baru.
“Undang-Undang ini ketika dikaji betul tidak selaras dengan keinginan rakyat, dan ini terjadi serentak di seluruh Indonesia. Kami khawatir potensi kembalinya masa-masa orde baru,” tegas Izet.
Sementara itu, Ketua DPRD Pamekasan, Ali Masykur menyampaikan bahwa pihaknya bukan tidak mau menemui para pendemo, namun ada perjalanan dinas yang tidak memungkinkan dirinya hadir.
“Sebenarnya tadi sudah ada anggota yang mau menemui, namun mereka menolak dengan alasan ingin bertemu langsung dengan Ketua DPRD Pamekasan,” jelas Ali Masykur.
Menanggapi penyegelan Kantor DPRD oleh para mahasiswa, ia menganggap hal itu sebagai bentuk ekspresi yang wajar selama dilakukan secara damai.
“Itu hak mereka, selama tidak anarkis merupakan hal yang wajar. Namun, kami akan tetap menyampaikan aspirasi para pendemo kepada DPR RI mengenai penolakan RUU TNI yang telah disahkan,” tambahnya.
Dalam aksi tersebut, para mahasiswa mengungkapkan sejumlah alasan penolakan terhadap RUU TNI, antara lain:
- Mengancam Reformasi TNI
Revisi UU TNI berpotensi mengembalikan dwifungsi ABRI dan meningkatkan keterlibatan militer dalam urusan sipil, yang bertentangan dengan semangat reformasi 1998. - Pelanggaran Prinsip Demokrasi
Perubahan ini membuka peluang bagi militer untuk menduduki jabatan-jabatan sipil tanpa mekanisme yang jelas, sehingga berpotensi menggerus supremasi sipil dalam sistem demokrasi. - Berpotensi Melanggar HAM
Dengan perluasan peran TNI dalam menghadapi ancaman non-militer, ada kekhawatiran meningkatnya tindakan represif terhadap masyarakat sipil dan aktivis. - Tidak Sejalan dengan Profesionalisme TNI
TNI seharusnya tetap fokus pada pertahanan negara, bukan pada urusan politik atau keamanan dalam negeri yang sudah menjadi ranah aparat kepolisian. - Tidak Transparan dan Minim Partisipasi Publik
Proses revisi UU ini dilakukan tanpa melibatkan partisipasi masyarakat secara luas, sehingga tidak mencerminkan prinsip keterbukaan dalam pembentukan kebijakan publik.
Diketahui bahwa RUU TNI yang hingga kini masih ditolak banyak pihak mencakup perubahan pada empat pasal.
Perubahan yang memicu kontroversi tersebut ada pada pasal 3 mengenai kedudukan TNI, Pasal 15 soal tugas pokok TNI, Pasal 53 soal usia pensiun prajurit, serta Pasal 47 berkait dengan penempatan prajurit aktif di jabatan sipil.
- Kedudukan TNI
Perubahan kedudukan TNI yang diatur dalam pasal 3 mengenai kedudukan TNI mengatur bahwa soal pengerahan dan penggunaan kekuatan tetap berada di bawah presiden.
- Tugas Pokok TNI
Sementara untuk strategi pertahanan dan dukungan administrasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis kini menjadi berada dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.
Terkait penambahan tugas pokok TNI dalam UU TNI, terdapat penambahan tugas baru di Pasal 7 Ayat (15) dan (16) mengenai operasi militer selain perang (OMSP).
Pasal 7 Ayat (15) menambahkan tugas TNI dalam membantu dalam upaya menanggulangi ancaman siber.
Sedangkan di ayat selanjutnya terkait tugas TNI dalam membantu melindungi dan menyelamatkan Warga Negara serta kepentingan nasional di luar negeri.
- Jabatan Sipil
Salah satu perubahan yang paling menjadi sorotan adalah Pasal 47 terkait jabatan TNI aktif di kementerian/lembaga sipil.
Di aturan yang lama lama, terdapat pasal yang menyebut prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Namun, perubahan dalam UU TNI baru mengakomodasi anggota TNI aktif agar dapat menjabat di 14 kementerian/lembaga. Jabatan sipil yang dimaksud adalah jabatan pada kementerian/lembaga yang membidangi koordinator bidang politik dan keamanan negara, pertahanan negara termasuk dewan pertahanan nasional, kesekretariatan negara yang menangani urusan kesekretariatan presiden dan sekretariat militer presiden, intelijen negara, siber dan/atau sandi negara.
Kemudian, lembaga ketahanan nasional, pencarian dan pertolongan, narkotika nasional, pengelola perbatasan, penanggulangan bencana, penanggulangan terorisme, keamanan laut, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Mahkamah Agung.
Sementara itu, jika TNI aktif tetap mengisi jabatan di luar 14 kementerian/lembaga sipil tersebut maka harus mereka tetap harus mundur atau pensiun.
- Usia Pensiun TNI
Perubahan selanjutnya ada di Pasal 53 yang mengatur batas usia pensiun TNI.
Pada UU TNI lama, batas usia pensiun TNI bagi perwira paling lama 58 tahun, sedangkan batas usia pensiun bagi bintara dan tamtama adalah 53 tahun.
UU TNI terbaru melonggarkan batas usia pensiun diperpanjang sesuai dengan pangkat prajurit.
Pasal 53 Ayat (3) UU TNI baru mencatat batas usia pensiun bintara dan tamtama paling tinggi 55 tahun; perwira sampai dengan pangkat kolonel adalah 58 tahun.
Kemudian, batas usia pensiun perwira tinggi bintang 1 adalah 60 tahun; perwira tinggi bintang 2 paling tinggi 61 tahun; dan perwira tinggi bintang 3 adalah 62 tahun.
Khusus untuk perwira tinggi bintang 4 (empat), batas usia pensiun paling tinggi 63 (enam puluh tiga) tahun dan dapat diperpanjang maksimal 2 (dua) kali sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden.(Ziyad/Ans)