Breaking News

Hari AIDS Sedunia: Mayoritas Pasien di Pamekasan Didominasi Laki-Laki

KARIMATAMEDIA, PAMEKASAN – Peringatan Hari AIDS Sedunia setiap 1 Desember kembali menjadi momentum meningkatkan kepedulian terhadap penanggulangan HIV/AIDS, sekaligus mengingatkan bahwa penyakit ini masih menjadi tantangan kesehatan di Kabupaten Pamekasan.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Pamekasan, Avira Sulistyowati, mengatakan HIV/AIDS tetap menjadi salah satu penyakit menular yang diprioritaskan pemerintah untuk dieliminasi pada tahun 2030.

Ia menyebut, sepanjang tahun 2025 ditemukan 82 kasus baru, sementara total pasien yang sedang dalam pengobatan dan perawatan hingga 30 November 2025 mencapai 275 orang.

“Dari risiko yang terinfeksi HIV, di tahun 2025 kami menemukan 82 kasus baru. Total keseluruhan yang saat ini dalam pengobatan dan perawatan ada 275 Orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Itu akumulasi data sampai 2025,” ujarnya.

Avira menambahkan, mayoritas pasien merupakan laki-laki dengan persentase sekitar 56 hingga 57 persen, sedangkan sisanya perempuan.

“Data tahun 2024 ada 69 laki-laki dan 54 perempuan. Tahun 2025 ada 48 laki-laki dan 35 perempuan,” jelasnya.

Ia mengungkapkan, sebaran kasus HIV/AIDS justru banyak berasal dari luar daerah, karena warga luar Pamekasan memanfaatkan layanan pemeriksaan di Puskesmas dan fasilitas kesehatan setempat.

“Tahun 2025 terbanyak itu dari luar wilayah. Kemudian berikutnya dari Pamekasan, disusul Kadur dan kecamatan lainnya,” terangnya.

Avira menjelaskan, HIV tidak menular secepat TBC dan memiliki pola penularan spesifik, terutama melalui hubungan seksual berisiko dan penggunaan jarum suntik narkotika secara bergantian.

“Saya tidak bisa menyimpulkan kenapa laki-laki lebih banyak, tapi faktor penggunaan jarum suntik dan pergaulan berisiko bisa menjadi penyebab,” katanya.

Dinas Kesehatan juga mencatat 14 kematian akibat AIDS pada 2024, dan 13 kematian pada 2025.

Avira menegaskan komitmen pemerintah mengejar target 3 Zero HIV/AIDS 2030: Zero Infeksi Baru, Zero Kematian, dan Zero Stigma-Diskriminasi. Menurutnya, stigma menjadi salah satu hambatan terbesar bagi ODHA untuk rutin memeriksakan diri dan melanjutkan pengobatan.

“Adanya stigma membuat mereka takut untuk memeriksakan diri dan takut melanjutkan pengobatan. Karena itu masyarakat harus mendukung, tidak mendiskriminasi, agar mereka bisa minum obat secara teratur untuk menjaga ketahanan tubuh,” pungkasnya. (Ziyad/Mel)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *