KARIMATA.NET, SUMENEP – Sejumlah wilayah di Jawa Timur termasuk Madura dalam beberapa hari terakhir diguyur hujan meski saat ini memasuki puncak musim kemarau.
Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Trunojoyo Sumenep, Ari Widjajanto, menjelaskan hujan yang turun belakangan ini dipicu anomali suhu muka laut yang masih hangat.
“Awal kita mendekati kemarau, terutama di Madura, suhu muka laut masih hangat. Sementara angin timuran yang bertiup tidak terlalu kencang. Akibatnya, penguapan yang tinggi membuat terbentuknya awan-awan hujan,” ujarnya saat on air di Radio Karimata, Selasa (19/8/2025).
Menurut Ari, kondisi ini membuat kemarau tahun ini disebut sebagai kemarau basah, karena hujan lokal bisa tetap terjadi meskipun harusnya Juli hingga September merupakan puncak kemarau.
Ia menambahkan, fenomena ini berimbas pada sektor pertanian garam dan Tembakau di Madura. Angin timuran yang lemah membuat proses penguapan air laut menjadi tidak maksimal sehingga panen garam terganggu.
“Anginnya sekarang betul-betul kurang potensial untuk petani garam. Sangat disayangkan karena tidak mendukung panen garam yang melimpah,” jelasnya.
Meski begitu, Ari berharap masyarakat tetap optimis karena peluang puncak musim kemarau masih bisa terjadi hingga September. Ia juga mengingatkan nelayan agar waspada gelombang tinggi yang berpotensi muncul secara tiba-tiba di perairan Madura.
“Harapannya masyarakat tetap bersabar, tetap mengikuti informasi BMKG. Meski angin tidak kencang, potensi gelombang tinggi tetap ada. Jadi harus waspada,” pungkasnya. (Ziyad/Ans)