Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan, Drs. Abdul Fata, M.Si.

Polemik Pagar Laut: Pemkab Pamekasan Tunggu Keputusan Provinsi

KARIMATA.NET, PAMEKASAN –  Polemik pagar laut akhir-akhir ini menjadi perhatian publik, termasuk adanya pagar bambu yang diduga menyerupai pagar laut di Dusun Jumiang, Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan.

Menanggapi hal tersebut, Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan telah melakukan pemantauan langsung di lokasi guna memastikan kebenaran informasi yang beredar. 

Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Pamekasan, Drs. Abdul Fata, M.Si, saat on air di Radio Karimata mengungkapkan bahwa pagar yang ada di lokasi bukan merupakan pagar laut, melainkan sebatas pembatas atau tanggul untuk mencegah pendangkalan yang digunakan sebagai akses keluar masuk perahu nelayan.

“Kami sudah meminta petunjuk kepada Sekda dan Bupati, kemudian mengirim tim ke lokasi untuk mengetahui lebih dekat terkait keberadaan pagar tersebut. Memang benar ada pagar, tetapi fungsinya hanya sebagai pembatas, bukan pagar laut,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa Dinas Perikanan Pamekasan telah membawa hasil pemantauan di lapangan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur untuk ditindaklanjuti. Dalam waktu dekat, pihak provinsi akan turun langsung ke lokasi untuk melakukan verifikasi lebih lanjut terkait pemanfaatan pagar tersebut.

“Alhamdulillah, kami diterima oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur. Tidak hanya di Pamekasan, fenomena pagar laut ini juga sempat mencuat di Tangerang beberapa waktu lalu,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Abdul Fata menjelaskan bahwa Dinas Perikanan Pamekasan tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan lebih lanjut karena urusan kelautan telah diambil alih oleh pemerintah provinsi.

Polemik pagar bambu di Laut Pademawu juga menimbulkan pro dan kontra di kalangan nelayan. Sebagian masyarakat mendukung keberadaan pagar tersebut karena memberikan akses keluar masuk perahu yang lebih nyaman. Namun, di sisi lain, ada warga yang merasa terganggu karena keberadaan bambu dianggap sebagai penghambat.

“Kami memahami bahwa ada perbedaan pendapat di masyarakat. Beberapa nelayan merasa terbantu, sementara yang lain merasa keberatan. Oleh karena itu, kami menyerahkan sepenuhnya keputusan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur,” pungkasnya. (Ziyad/Ayg)

Check Also

Heboh! Semburan Air Setinggi 20 Meter Gegerkan Warga Sumenep

KARIMATA.NET, SUMENEP – Warga Dusun Paojajar, Desa Prancak, Kecamatan Pasongsongan, Sumenep, dikejutkan oleh fenomena alam …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *