KARIMATAMEDIA, PAMEKASAN – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Pamekasan mencatat angka kematian ibu dan bayi di tahun 2025 belum menunjukkan penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, kematian bayi justru mengalami peningkatan.
Kepala Dinkes Pamekasan, dr. Saifuddin, melalui Kabid Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Achmad Syamlan, mengungkapkan hingga Oktober 2025 tercatat 12 kasus kematian ibu dan 56 kasus kematian bayi.
“Kalau untuk kematian ibu, angkanya masih sama seperti tahun lalu, yakni 12 kasus sampai bulan Oktober ini. Mudah-mudahan sisa dua bulan ke depan tidak ada penambahan lagi,” ujar Syamlan, Rabu (22/10/2025).
Namun, lanjutnya, kasus kematian bayi justru meningkat dibanding tahun 2024.
“Kalau anak, kami mengalami peningkatan 5 kasus kematian. Tahun kemarin itu 52, sekarang sudah 56. Dan itu disebabkan oleh banyak faktor,” jelasnya.
Menurut Syamlan, dua penyebab utama kematian bayi di Pamekasan adalah BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan asfiksia (gangguan pernapasan).
“Bayi lahir dengan berat rendah biasanya karena gizi ibu yang kurang baik. Sementara kasus asfiksia banyak terjadi karena fasilitas alat bantu pernapasan di sejumlah Puskesmas masih belum tersedia,” paparnya.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa upaya penanganan telah dimaksimalkan, baik melalui edukasi masyarakat maupun penguatan sistem pelayanan kesehatan.
“Kalau dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Timur, kita masih berada di tengah-tengah. Artinya, belum tinggi tapi juga belum aman. Upayanya sudah maksimal,” tambahnya.
Syamlan mengapresiasi dukungan penuh Komisi IV DPRD Pamekasan yang disebutnya sangat peduli terhadap isu kesehatan ibu, bayi, dan penanganan stunting.
“Komisi IV sangat men-support dan perhatian sekali terhadap program penurunan angka kematian bayi serta stunting. Itu menjadi fokus atensi mereka,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, Dinkes Pamekasan kini telah membentuk lima klaster penyakit yang terdiri dari gabungan beberapa Puskesmas.
“Dari 21 Puskesmas di Pamekasan, kami bagi menjadi lima klaster. Di setiap klaster ada dokter umum, bidan, serta dokter spesialis seperti obgyn dan dokter anak,” terang Syamlan.
Ke depan, Dinkes berencana menambah dokter spesialis jantung dan anestesi untuk menangani kasus kematian ibu yang disebabkan oleh komplikasi jantung dan anestesi.
“Karena ada beberapa kasus kematian ibu yang berkaitan dengan dua bidang itu, jadi kami siapkan dari sekarang,” katanya.
Untuk mempercepat penanganan pasien, sistem klaster tersebut kini juga didukung layanan konsultasi online antar-Puskesmas menggunakan WhatsApp dan video call.
“Kalau ada kasus darurat, Puskesmas bisa langsung konsultasi dengan dokter spesialis di klaster mereka lewat WA atau video call. Jadi lebih cepat dan tepat sasaran,” tutur Syamlan.
Ia menambahkan, sistem ini juga membantu mempercepat proses rujukan pasien ke rumah sakit yang tepat.
“Misalnya ada ibu hamil dengan komplikasi berat, nanti dokter di klaster yang menentukan apakah harus ke RS M. Noer, Smart, atau rumah sakit lain yang kompeten,” jelasnya.
Namun, Syamlan mengakui masih sering terjadi kendala di lapangan akibat keinginan pasien dan keluarga yang memilih rumah sakit tidak sesuai rujukan medis.
“Kadang pasien maunya dirujuk ke rumah sakit A, padahal yang kompeten menangani adalah RS Smart atau M. Noer. Kami hanya bisa mengedukasi, tapi kalau keluarga tetap bersikeras, ya itu yang membuat proses pelayanan jadi panjang,” ungkapnya.
Dinkes Pamekasan berkomitmen terus memperkuat koordinasi dengan tenaga kesehatan, menambah fasilitas alat medis di Puskesmas, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pemeriksaan kehamilan dan gizi ibu.
“Harapan kami, kedepan tidak ada lagi tambahan kasus kematian ibu maupun bayi. Semua butuh kerja sama: tenaga kesehatan, keluarga, dan masyarakat,” pungkasnya. (Ziyad/Ag)